Israel Sepakat Gencatan Senjata di Lebanon

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan Benjamin Netanyahu akhirnya untuk menerima gencatan senjata yang diselenggarakan oleh AS dan menghentikan serangan Israel di Lebanon. Tujuan perangnya terhadap Hizbollah juga selalu lebih sederhana daripada "kemenangan total" yang ia cari terhadap Hamas di Gaza.

Namun dalam menghadapi banyak kritikus domestik terhadap kesepakatan tersebut — termasuk menteri pemerintah sayap kanan, walikota Israel utara, dan tokoh oposisi — Netanyahu menghitung bahwa tujuannya telah sebagian besar tercapai, sementara risiko terus meningkat jika terus melanjutkan.

“Hizbollah bukan Hamas. Kita tidak bisa menghancurkannya sepenuhnya. Itu tidak mungkin dilakukan,” kata Yaakov Amidror, mantan penasihat keamanan nasional Netanyahu yang kini bekerja di think-tank Washington, Jinsa. “Lebanon terlalu besar. Hizbollah terlalu kuat.”

Kesepakatan gencatan senjata ini “bukanlah impian yang diharapkan banyak orang Israel,” katanya. Namun Amidror menyoroti persediaan amunisi Israel yang semakin menipis dan “tekanan” pada reservis militer yang telah berjuang selama berbulan-bulan. “Israel tidak mampu lagi menghadapi satu tahun perang” pada skala saat ini di utara, katanya.

Pejabat Israel secara konsisten mengatakan bahwa tujuan mereka adalah agar puluhan ribu penduduk utara yang dievakuasi setelah Hizbollah mulai menembaki Israel menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu dapat kembali dengan aman ke rumah mereka.

Pejabat mengatakan hal ini akan…   memerlukan penarikan pasukan Hizbollah dari perbatasan Israel-Lebanon dan mengubah "realitas keamanan" di sepanjang perbatasan.

Setelah berbulan-bulan pertukaran tembakan lintas perbatasan yang relatif terbatas dengan Hizbollah, Israel meningkatkan eskalasi pada bulan September, memicu ribuan pager dan walkie-talkie yang meledak dalam operasi rahasia yang berani, meluncurkan gelombang serangan udara di seluruh Lebanon, dan memulai invasi darat yang menghancurkan tetangganya di utara untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade.

Dalam beberapa minggu, sebagian besar pemimpin Hizbollah, termasuk Hassan Nasrallah, tewas, dan sebagian besar gudang senjata dan roket kelompok itu hancur. Pesawat tempur Israel menyerang Beirut dengan bebas, dan pasukan darat menjelajahi selatan Lebanon.